Friday, July 30, 2010

5 cm.

Waduh dah lama banget ya saya ga update blog ini,

Gini deh blog, saya mau jadiin kamu tumpahan emosi saya, tempat share aja, trus buat bagi-bagi pengalaman dengan yang lain, biar kesannya ga kaku kaku amat. J

Saya mau cerita, minggu lalu, tepatnya hari jumat sore, sehabis menempelkan fingerprint di mesin yang bunyinya…tiiit..tiit, trus ada tulisan “Welcome Zaenudin Lukman” . artinya absen sore beres sekaligus mengakhiri jam kerja kami waktu itu.

Rencana yang dibuat sebelumnya adalah, pergi ke ujung selatan Pulau Sumatra, pulau yang sekarang saya tempati sebagai orang rantau untuk mendapatkan sesuap nasi, segenggam bahagia, dan seberkas sinar harapan untuk melihat orang-orang yang kita saynag tersenyum dan membatin “ saya bangga padamu”.

Lampung ya lampung, kami pergi ke lampung untuk menhadiri pernikahan saudara kami, teman bermain, teman bekerja, teman seperjuangn (hehe… ka maaf, kesannya kita seangkatan jadinya…hehe)

Tapi yang ingin saya ceritakan bukan pengalaman itu, cerita itu akan saya ceritakan di postingan selanjutnya.

Ketika saya pulang kembali ke tempat kami bekerja, saya iseng-iseng membeli sebuah buku, novel tepatnya, udah lama ngga baca buku, pikir saya waktu itu. Ya sudah akhirnya buku “ 5 cm” saya beli karena cover buku itu berwana hitam, novel inspirasi (seneng banget ni gw sama yang ini), trus ada tulisan best seller nya, berarti ada kemungkinan saya ga akan salah memilih buku, karena sebagian besar orang percaya bahwa buku ini bagus, karena itu mereka membelinya sekian banyak hingga tulisan best seller itu terpampang di cover depan novel tersebut.

Udah ah ga usah banya cingcong lagi, saya akan mengutip dua halaman yang menurut saya inti dari novel inspirasi ini.

Here we go….. !

**********************************************************************

“Taruh di sini…,” Dinda ikut meletakan telunjuk di depan keningnya.

Muka Ian tampak menyala, matanya mengkilat diterangi cahaya api unggun, “Betul! Begitu juga dengan mimpi-mimpi kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu apa yang kamu mau kejar taruh di sini.” Ian membawa jari telunjuknya menggantung mengambang di depan keningnya…

“Kamu taruh di sini… jangan menempel di kening.

Biarkan…

Dia…

Menggantung…

Mengambang…

5 centimeter…

Di depan kening kamu….”

“ Jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya bahwa kamu bisa. Apa pun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalo kamu percaya sama keinginan itu dan kamu nggak bisa menyerah. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat, apa pun itu, segala keinginan, mimpi, cita-cita, dan keyakinan diri….”

“…Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter menggantung mengambang di depan kening kamu. Dan… sehabis itu yang kamu perlu… Cuma…”

“Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih bayak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas.”

“Lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja…”

“ Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya….”

“Serta mulut yang akan selalu berdoa….”

“Dan kamu akan selalu dikenang sebagai seorang yang masih punya mimpi dan keyakinan, bukan Cuma seonggok daging yang punya nama. Kamu akan dikenang sebagai seorang yang percaya pada kekuatan mimpi dan megejarnya, bukan seorang pemimpi saja, bukan orang biasa-biasa saja tanpa tujuan, mengikuti arus dan kalah oleh keadaan. Tapi seorang yang selalu percaya akan keajaiban mimpi keajaiban cita-cita, dan keajaiban keyakinan manusia yang tak terkalkulasikan dengan angka berapapun…. Dan kamu nggak perlu bukti apakah mimpi-mimpi itu akan terwujud nantinya karena kamu hanya harus mempercayainya.”

“Percaya pada… 5 centimeter di depan kening kamu.”

(Ranu Kumbolo, surga di bawah Mahameru yang dilukisakan dalam novel)

**********************************************************************

Gitu deh….

Udah-udah…. Ga usah serius gitu ah mukanya…. Dalem banget emang kata-katanya…

Tapi emang, kena banget nih kata-kata kalo situasinya lagi pas banget.

Tapi menurut saya daya tariknya bukan disitu aja.

Bagaimana mereka berteman, melawan emosi, dan mengambil pelajaran dari semua kekonyolan yang mereka buat sendiri yang membuat novel ini menarik untuk di baca.

Hope you got the point….!

Udah dulu ah, waktunya berangkat ke kantor nih, hari jum’at, senam olah raga, lalu bekerja seperti biasa…. J (eh lebih dari biasanya dink… hehe)



Thursday, July 15, 2010

another two

Dan manusia pun sadar takkan ada yang abadi

Walau mentari sendiri tak terdampingi

Itu membuatnya tak tertandingi

Mentari yang terik membakar

Menebarkan gairah kehidupan sejati

Sejak timur hingga barat,

Mentari berlari menyinari alam-alam itu

Siang hari mentari berkuasa

Malam hari bersinar menerangi

Bulan dan bintang yang bercanda ceria

Di balik pandangan mata

Kuhargai itu semua

Sang Sunyi

another one

Aku bingung dengannya

Dia berajar seolah berlari

Dia guruku yang memberiku

Temanku turut dengannya

Temanku acuh padanya

Aku sendiri bingung harus bagaimana

Dia bicara seolah menghujam

Dia memuji seolah menyapa

Hati semua tak peduli adanya

Mencari arti dalam kelamnya mati

Cukup sudah aku berlari

Berlari mengejar dirinya yang pasti

Hanya untuk mencari secuil arti

Aku di sini untuk ke sana

Dan aku ke sana untuk diriku

Tak bisakah engkau buatku bangga

Karna kebanggaanitu untukmu juga

Jangan buat ku baur

Baur hancur bersama ripuh

Di sanalah aku berkata

Ketika siang menyelimuti terangnya

Gairah semu kehidupan berpaling

Di saat sang ibu pulang menjemput sinar

Gelap pun sirna bersinar

Birunya langit menghempas gelap

Menatap memayungi larian awan

Saat gundah menyapa sukma

Memberatkan hati dan matanya

Maafkan hari yang berlalu lari

Sesungguhnya diam sinarnya

Belangnya, hitamnya, dan putihnya

Dekap rindu rintihan waktuku

Mendengar caci hela nafas pemuda

Saat manusia terlelap dalam buaian

Saat lelah membuat ulah

Dan saat terang sinar menyala

Di sanalah aku berkata

Sang Sunyi

nyanyian malam

Langit tak lagi berbintang

Karena embun malam yang dingin dan tebal

Belum kulihat sinarnya

Saat ku tatap wajahnya yang berbinar

Saat awan mengendap pergi

Sinaran pun terlihat di kedua benda langit itu

Bulan yang indah dan bintang yang terang

Dihiasi birunya langit malam yang kelam

Ribuan serangga terbang menuju sinaran

Pasang terjadi saat terbentang

Semua itu takkan selamanya

Mentari ufuk menyinari sahutan ayam

Dan menghempaskan keindahan dan dinginnya malam

Mentari yang membuat sirna

Merupakan rangkaian keputusan Ilahi

Agar semua manusia dapat hidup dan berdoa

Sang Sunyi